Mohon maaf sebelumnya, hanya ingin bersua dengan kondisi politik kekinian Republik Indonesia. Membingungkan, kacau, puyeng, mungkin bisa di katakan demikian. Pertama, bingung saat saya menjajaki dunia maya tak lain hanya ingin bermain dengan bahagia, namun saya gagal bahagia di dunia maya karena ‘bingung’ munculnya berbagai peristiwa politik yang mencuat menjadi isu kebencian, perpecahan, alhasil dunia maya menjadi ‘Ring Tinju’ Pergulatan Politik masa kini di Indonesia. Kedua, kacau ketika saya belajar menempatkan diri sebagai pengamat media sosial, politik, atau kebencian. Padahal saya tidak ada kapasitas dalam hal tersebut. Sumpah terpancing mengamati! Tapi gagal. Hmm. Ketiga, saya puyeng harus bagaimana? Menempatkan sebagai siapa? Bersikap seperti apa? Lalu Politik ini untuk Siapa? Dan Siapa untuk Politik ini?
Alhasil saya dilema, Ketika tidak memikirkan harus bagaimana, saya di anggap tidak mempunyai alur pemikiran sebagai organisatoris dan Mahasiswa dari Jurusan yang ada di FISIP (padahal takdir penulis beroganisasi dan menjadi mahasiswa). Saya mencoba untuk tidak menempatkan sebagai siapa-siapa tetapi tetap saja akal terus berontak untuk berpikir. Akibat petualangan saya mengunjungi dunia maya setiap waktu. Kemudian saya mencoba untuk tidak bersikap, saya dianggap sebagai Mahasiswa Apatis. Bagi saya no problem, tetapi tuntutan dan tekanan memaksa kita untuk bersikap. Lalu sebenarnya Politik ini untuk siapa? Dan Siapa untuk Politik?
Renungan ini bukan semata-mata saya ingin bagaimana menjadi yang so-semuanya. Hanya saja, saya menempatkan sebagai manusia yang diberi tanggungjawab oleh Tuhan. Tanggungjawab di berikan akal sehat, hati, dan identitas sebagai Warga Negara Indonesia. Semoga saja uraian opini ini menjadi salah satu cara saya mencintai Negeri Indonesia.
Dalam ‘Politik’ saya menyepakati Aristoteles dan tidak menegasikan menurut para ahli lainnya yang bervariatif secara definisi. Beliau berpandangan “Politik ialah usaha yang ditempuh warga Negara untuk mewujudkan kebaikan bersama”. Sehingga teori inilah yang saya maknai Politik sebagai instrumen kebaikan-kebaikan kenegaraan dalam ruang lingkup bangsa dalam mewujudkan kemaslahatan tanpa membedakan siapa-siapa. Anda warga negara, anda berhak menerima kesejahteraan sebagai bentuk kebaikan negara pada anda!
Baca Juga: Binatangisme
Namun semuanya kacau oleh kondisi negara kekinian, kondisi negara abad 21; dimana manusia bisa menembus dua dimensi (Dunia nyata, dan Dunia maya). Salah siapa? Saya rasa, secara personalitas tidak ada yang mesti di salahkan. Karena konfik secara teori adalah dalam rangka menuju perubahan sosial, menurut Karl Marx. Benar, namun perubahan apa yang di inginkan warga negara Indonesia ? Tidak ada perubahan sama sekali, orde lama, baru dan reformasi, konflik ada dan nyata. Tetapi tidak berhasil menuju perubahan sosial secara menyeluruh soal konsep mensejahterakan, yang di landasi oleh cita-cita mulia Bangsa Indonesia melalui UUD 1945 dan Pancasila. Semuanya sama menuju perubahan politik, kudeta politik, dan itupun milik segelintir orang dalam memanfaatkan momentum konflik negara.
Seketika itu saya teringat pernyataan Gus Dur “yang lebih penting dari Politik adalah Kemanusiaan” tapi pernyataan ini saya maknai dengan Politik menjadi suatu keharusan sebagai warga negara dalam aktivitas bernegara pada ruang negara yang demokratis. Tetapi politik yang bagaimana harus memanusiakan bukan bagaimana politik meniadakan kemanusiaan, memanfaatkan kemanusiaan, apalagi sampai memperpecah manusia-manusia menjadi perseteruan dalam konflik melalui skenario yang dikembangkan oleh elit politik. Oh itu sangat tidak manusiawi! Sehingga kini makna politik menjadi bermacam-macam definisi. Ada yang bilang; kejam, memperkaya diri dan golongan, dan alat perseteruan yang tidak memanusiakan (bagi saya).
Kembali pada pertanyaan saya, yang kebetulan menjadi judul tulisan (my opinion) ‘Politik Untuk Siapa, Dan Siapa Untuk Politik’ dan saya menganggap dengan prasangka yang mudah-mudahan tidak dibenarkan oleh siapapun. Politik untuk ‘Dia’ yang berkepentingan individu dan golongan bukan sejatinya untuk Warga Negara Indonesia yang merdeka. Dan Siapa untuk Politik? Seharusnya Warga Negara Indonesia yang memiliki ketergantungan pada Politik dalam wacana harapan kesejahteraan mereka. Karena munculnya definisi atau arti dan makna Politik adalah ‘Manusia’ melalui proses berpikir dengan akal dan hati. Maka karenanya Politik di tempatkan pada posisi menghargai Manusia bukan malah sebaliknya ‘ngelunjak’ pada Manusia. Dan Persoalan siapanya itu bisa Aku, Kamu, mereka dan Kalian-kalian. Saran saya berbuat baiklah pada Negeri (Konteks Warga Negara) yang kita Cinta ini, terlepas metodenya Politik, Budaya, dan lainnya itu terserah tentukan caranya masing-masing.